Senin, 30 Mei 2011

Prosedur Diagnostik

http://akatsuki-ners.blogspot.com/2011/05/pemeriksaan-fisik-sistem-integumen.html

ASKEP DENGAN CA - NASOFARING 2

http://www.scribd.com/doc/28195903/Askep-Ca-Nasofaring

ASKEP DENGAN CA - NASOFARING

http://www.scribd.com/doc/24971676/Askep-CA-Nasofaring-Punya-Echi

ASKEP DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN

http://www.scribd.com/doc/29308614/Askep-Ggn-Pendengaran

Pemeriksaan Fisik dalam sistem integumen 2

http://www.docstoc.com/docs/79963959/Pendahuluan

Pemeriksaan Fisik dalam sistem integumen

http://www.scribd.com/doc/28259409/pemeriksaan-fisik

ASUHAN KEPERAWATAN PSORIASIS





A.DEFINISI
psoriasis ialah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan; disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner. Psoriasis juga disebut psoriasis vulgaris berarti psoriasis yang biasa, karena ada psoriasis lain, misalnya psoriasis pustulosa.
B.ANATOMI FISIOLOGI
Pembagian kulit secara garis besar :
a. Epidermis
Lapisan kulit terluar. Sel-sel epidermis terus menerus mengalami mitosis dan diganti dengan yang baru sekitar 30 hari. Epidermis mengandung reseptor-resepror sensorik untuk sentuhan, suhu, getaran dan nyeri. Lapisan epidermis terdiri dari: stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum dan stratum basale.
b. Dermis
Dermis terletak tepat di bawah epidermis. Jaringan ini dianggap jaringan ikat longgar dan terdiri dari sel-sel fibroblas yang mengeluarkan protein kolagen dan elastin. Lapisan dermis terdiri dari pars papelare dan pars retikulare.
c. Lapisan Subkutis
Lapisan subkutis di bawah dermis. Lapisan ini terdiri dari lemak dan jaringan ikat dan berfungsi sebagai peredam kejut dan insulamtor panas. Lapisan subkutis adalah tempat penyimpanan kalori.Faal kulit:
a. Fungsi proteksi
b. Fungsi absorpsi
c. Fungsi ekskresi
d. Fungsi persepsi
e. Fungsi pengaturan suhu tubuh
f. Fungsi pembentukan pigmen
g. Fungsi keratinisasi
h. Fungsi pembentukan vit. D
C.ETIOLOGI
Etiologi belum diketahui, yang jelas ialah waktu pulih (turn over time) epidermis dipercepat menjadi 3-4 hari, sedangkan pada kulit normal lamanya 27 hari.Berbagai penyelidikan yang lebih mendalam untuk mengetahui penyebabnya yang pasti masih banyak dilakukan. Beberapa faktor penting yang disangka menjadi penyebab timbulnya Psoriasis adalah :
a. Genetik
b. Imunologik
c. Stres Psikik
d. Infeksi fokal. Umumnya infeksi disebabkan oleh Kuman Streptococcus
e. Faktor Endokrin. Puncak insidens pada waktu pubertas dan menopause, pada waktu kehamilan membaik tapi menjadi lebih buruk pada masa pascapartus.
f. Gangguan Metabolik, contohnya hipokalsemia dan dialisis.
g. Obat-obatan misalnya beta-adrenergic blocking agents, litium, antimalaria, dan penghentian mendadak korikosteroid sistemik.
h. Alkohol dan merokok.
D.PATOFISIOLOGI
Psoriasis merupakan penyakit kronik yang dapat terjadi pada setiap usia. Perjalanan alamiah penyakit ini sangat berfluktuasi. Pada psoriasis ditunjukan adanya penebalan epidermis dan stratum korneum dan pelebaran pembuluh-pembuluh darah dermis bagian atas. Jumlah sel-sel basal yang bermitosis jelas meningkat. Sel-sel yang membelah dengan cepat itu bergerak dengan cepat ke bagian permukaan epidermis yang menebal. Proliferasi dan migrasi sel-sel epidermis yang cepat ini menyebabkan epidermis menjadi tebal dan diliputi keratin yang tebal ( sisik yang berwarna seperti perak ). Peningkatan kecepatan mitosis sel-sel epidermis ini agaknya antara lain disebabkan oleh kadar nukleotida siklik yang abnormal , terutama adenosin monofosfat(AMP)siklik dan guanosin monofosfat (GMP) siklik. Prostaglandin dan poliamin juga abnormal pada penyakit ini. Peranan setiap kelainan tersebut dalam mempengaruhi plak psoriatik belum dapat dimengerti secara jelas.
E.GEJALA KLINIS
Penderita biasanya mengeluh adanya gatal ringan pada tempat-tempat predileksi, yakni pada kulit kepala, perbatasan daerah tersebut dengan muka, ekstremitas bagian ekstensor terutama siku serta lutut, dan daerah lumbosakral.
Kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak eritema yang meninggi (plak) dengan skuama diatasnya. Eritema berbatas tegas dan merata. Skuama berlapis-lapis, kasar, dan berwarna putih seperti mika, serta transparan.
Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner. Fenomena tetesan lilin ialah skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada goresan, seperti lilin digores. Pada fenomena Auspitz serum atau darah berbintik-bintik yang disebabkan karena papilomatosis. Trauma pada kulit , misalnya garukan , dapat menyebabkan kelainan yang sama dengan kelainan psoriasis dan disebut kobner.
Psoriasis juga dapat menyebabkan kelainan kuku yang agak khas yang disebut pitting nail atau nail pit berupa lekukan-lekukan miliar.
Bentuk Klinis :
1. Psoriasis Vulgaris
2. Psoriasis Gutata
3. Psoriasis Inversa ( Psoriasis Fleksural)
4. Psoriasis Eksudativa
5. Psoriasis Seboroik (Seboriasis)
6. Psoriasis Pustulosa ( Pustulosa Palmoplantar & Pustulosa Generalisata Akut)
7. Eritroderma Psoriatik
F.DIAGNOSIS
Jika gambaran klinisnya khas, tidaklah sukar membuat diagnosis. Kalau tidak khas, maka harus dibedakan dengan beberapa penyakit lain yang tergolong dermatitis eritroskuamosa. Pada diagnosis banding hendaknya perlu diingat , bahwa pada psoriasis terdapat tanda-tanda yang khas, yakni skuama kasar, transparan serta berlapis-lapis , fenomena tetesan lilin,dan fenomena auspitz serta kobner.
Diagnostik banding :
a. Dermatofitosis dengan keluhan gatal sekali dan ditemukan ada jamur.
b. Sifilis Psoriasiformis (sifilis stadium II)
c. Dermatitis seboroik.
G.PENATALAKSANAAN MEDIK
Sampai saat ini belum ditemukan pengobatan yang spesifik karena penyebabnya belum jelas dan banyak faktor yang berpengaruh. Psoriasis sebaiknya diobati secara topikal. Jika hasilnya tidak memuaskan, baru dipertimbangkan pengobatan sistemik karena efek samping pengobatan sistemik lebih banyak.
Pengobatan Sistemik
1. Kortikosteroid ( Prednison )
2. Obat sitostatik ( Metroteksat )
3. Levodopa
4. DDS(diaminodifenilsulfon)
5. Etretinat dan Asitretein
6. Siklosporin
Pengobatan Topikal
1. Preparat Ter ( fosil, kayu, batubara )
2. Kortikosteroid ( senyawa fluor )
3. Ditranol ( antralin )
4. Pengobatan dengan peyinaran
ASUHAN  KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian 11 Pola Gordon:
a. Pola Persepsi Kesehatan
- Adanya riwayat infeksi sebelumya.
- Pengobatan sebelumnya tidak berhasil.
- Riwayat mengonsumsi obat-obatan tertentu, mis., vitamin; jamu.
- Adakah konsultasi rutin ke Dokter.
- Hygiene personal yang kurang.
- Lingkungan yang kurang sehat, tinggal berdesak-desakan.
b. Pola Nutrisi Metabolik
- Pola makan sehari-hari: jumlah makanan, waktu makan, berapa kali sehari makan.
- Kebiasaan mengonsumsi makanan tertentu: berminyak, pedas.
- Jenis makanan yang disukai.
- Napsu makan menurun.
- Muntah-muntah.
- Penurunan berat badan.
- Turgor kulit buruk, kering, bersisik, pecah-pecah, benjolan.
- Perubahan warna kulit, terdapat bercak-bercak, gatal-gatal, rasa terbakar atau perih.
c. Pola Eliminasi
- Sering berkeringat.
- Tanyakan pola berkemih dan bowel.
d. Pola Aktivitas dan Latihan
- Pemenuhan sehari-hari terganggu.
- Kelemahan umum, malaise.
- Toleransi terhadap aktivitas rendah.
- Mudah berkeringat saat melakukan aktivitas ringan.
- Perubahan pola napas saat melakukan aktivitas.
e. Pola Tidur dan Istirahat
- Kesulitan tidur pada malam hari karena stres.
- Mimpi buruk.
f. Pola Persepsi Kognitif
- Perubahan dalam konsentrasi dan daya ingat.
- Pengetahuan akan penyakitnya.
g. Pola Persepsi dan Konsep Diri
- Perasaan tidak percaya diri atau minder.
- Perasaan terisolasi.
h. Pola Hubungan dengan Sesama
- Hidup sendiri atau berkeluarga
- Frekuensi interaksi berkurang
- Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran
i. Pola Reproduksi Seksualitas
- Gangguan pemenuhan kebutuhan biologis dengan pasangan.
- Penggunaan obat KB mempengaruhi hormon.
j. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi Terhadap Stress
- Emosi tidak stabil
- Ansietas, takut akan penyakitnya
- Disorientasi, gelisah
k. Pola Sistem Kepercayaan
- Perubahan dalam diri klien dalam melakukan ibadah
- Agama yang dianut
2. Diagnosa dan Rencana Keperawatan
Diagnosa 1
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi antara dermal-epidermal sekunder akibat psoriasis
Tujuan : Kerusakan integritas kulit dapat teratasi dalam 3 x 24 jam.
Kriteria Hasil :
1. Area terbebas dari infeksi lanjut.
2. Kulit bersih, kering, dan lembab
Intervensi :
1. Kaji keadaan kulit
R/ : Mengetahui dan mengidetifikasi kerusakan kulit untuk melakukan intervensi yang tepat.
2. Kaji keadaan umum dan observasi TTV.
R/ : Mengetahui perubahan status kesehatan pasien.
3. Kaji perubahan warna kulit.
R/ : Megetahui keefektifan sirkulasi dan mengidentifikasi terjadinya komplikasi.
4. Pertahankan agar daerah yang terinfeksi tetap bersih dan kering.
R/ : Membantu mempercepat proses penyembuhan.
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat-obatan.
R/ : Untuk mempercepat penyembuhan.
Diagnosa 2
Ketakutan berhubungan dengan perubahan penampilan
Tujuan : Ketakutan teratasi setelah 3 x 24 jam.
Kriteria Hasil :
1. Klien menyatakan peningkatan kenyamanan psikologis dan fisiologis.
2. Dapat menjelaskan pola koping yang efektif dan tidak efektif.
3. Mengidentifikasi respons kopingnya sendiri.
Intervensi :
1. Kaji ulang perubahan biologis dan fisiologis.
R/ : Reaksi fisik kronis terhadap stresor-stresor menunjukkan adanya penyakit kronis dan ketahanan rendah.
2. Gunakan sentuhan sebagai toleransi.
R/ : Kadang-kadang dengan memegang secara hangat akan menolongnya mempertahankan kontrol.
3. Dukung jenis koping yang disukai ketika mekanisme adaftif digunakan.
R/ : Marah merupakan respon yang adaptif yang menyertai rasa takut.
4. Anjurkan untuk mengekspresikan perasaannya.
R/ : Dapat mengurangi stres pada pasien.
5. Anjurkan untuk menggunakan mekanisme koping yang normal.
R/ : Ketepatan dalam menggunakan koping merupakan salah satu cara mengurangi ketakutan.
6. Anjurkan klien untuk mencari stresor dan menghadapi rasa takutnya.
R/ : Kesadaran akan faktor penyebabkan ketakutan akan memperkuat kontrol dan mencegah perasaan takut yang makin memuncak.
Diagnosa 3
Ansietas yang berhubungan dengan perubahan status kesehatan sekunder akibat penyakit psoriasis
Tujuan : Ansietas dapat diminimalkan sampai dengan diatasi setelah 3 x 24 jam
Kriteria Hasil :
1. Pasien tampak rileks
2. Pasien mendemonstrasikan/menunjukan kemampuan mengatasi masalah dan menggunakan sumber-sumber secara efektif
3. Tanda-tanda vital normal
4. Pasien melaporkan ansietas berkurang sampai tingkat dapat diatasi
Intervensi :
1. Kaji tingkat ansietas dan diskusikan penyebab bila mungkin
R/ : Identifikasi masalah spesifik akan meningkatkan kemampuan individu untuk menghadapinya dengan lebih realistis
2. Kaji ulang keadaan umum pasien dan TTV
R/ : Sebagai indikator awal dalam menentukan intervensi berikutnya
3. Berikan waktu pasien untuk mengungkapkan masalahnya dan dorongan ekspresi yang bebas, misalnya rasa marah, takut, ragu
R/ : Agar pasien merasa diterima
4. Jelaskan semua prosedur dan pengobatan
R/ : Ketidaktahuan dan kurangnya pemahaman dapat menyebabkan timbulnya ansietas
5. Diskusikan perilaku koping alternatif dan tehnik pemecahan masalah
R/ : Mengurangi kecemasan pasien
Diagnosa 4
Gangguan konsep diri berhubungan dengan krisis kepercayaan diri
Tujuan : Gangguan konsep diri teratasi dalam 3 x 24 jam
Kriteria Hasil :
1. Dapat berinteraksi seperti biasa.
2. Rasa percaya diri timbul kembali.
Intervensi :
1. Kaji perubahan perilaku pasien seperti menutup diri, malu berhadapan dengan orang lain.
R/ : Mengetahui tingkat ketidakpercayaan diri pasien dalam menentukan intervensi selanjutnya.
2. Bersikap realistis dan positif selama pengobatan, pada penyuluhan pasien.
R/ : Meningkatkan kepercayaan dan mengadakan hubungan antara perawat-pasien.
3. Beri harapan dalam parameter situasi individu.
R/ : Meningkatkan perilaku positif
4. Berikan penguatan positif terhadap kemajuan.
R/ : Kata-kata penguatan dapat mendukung terjadinya perilaku koping positif.
5. Dorong interaksi keluarga.
R/ : Mempertahankan garis komunikasi dan memberikan dukungan terus-menerus pada pasien.
Diagnosa 5
Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan : Pengetahuan pasien bertambah
Kriteria Hasil :
1. Pasien menunjukkan pemahaman akan penyakitnya.
2. Pasien menunjukkan perubahan perilaku ke arah yang lebih baik.
Intervensi :
1. Kaji ulang pengobatan.
R/ : Pengulangan memungkinkan kesempatan untuk bertanya dan meyakinkan pemahaman yang akurat.
2. Ajar tanda dan gejala serta kemungkinan yang dapat menimbulkan inflamasi.
R/ : Agar pasien memahami dan mencegah faktor resiko inflamasi serta dapat mengantisipasi secara dini kelanjutan keadaan tersebut.
3. Diskusikan jadwal pengobatan.
R/ : Agar pasien dapat menentukan waktu yang tepat untuk terapi sehingga memahami fungsi terapi yang diikuti.
4. Diskusikan tentang peningkatan jadwal kunjungan ke Dokter.
R/ : Agar pasien lebih mengerti akan kondisinya
DAFTAR PUSAKA
Ajunadi, Purnawan dkk. 1982. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius: Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall. 1998. Diagnosa Keperawatan. EGC: Jakarta.
Djuanda, Adhi. 1993. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran UI: Jakarta.
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta.


http://www.akperppni.ac.id/sistem-integumen-kulit/askep-dermatitis-psoriasis

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM INTEGUMEN

http://www.scribd.com/doc/38818822/Asuhan-Keperawatan-Pada-Klien-Dengan-Gangguan-Sistem-Integumen

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN GANGGUAN SISTEM INTEGUMEN

Gangguan sistem integumen adalah suatu gangguan yang berhubungan dengan jaringan penutup permukaan tubuh, seperti membran mukosa dan kulit, yang sering terjadi dan bersifat relatif ringan( Nursalam)
Gangguan sistem integumen ini sering dialami oleh bayi dan anak. Meskipun sifatnya relatif ringan, apabila tidak ditangani secara serius, maka hal tersebut dapat memperburuk kondisi kesehatan bayi dan anak.
Adapun yang termasuk dalam gangguan sistem integumen yang sering terjadi pada masa balita adalah :
• oral trush, ruam popok, impetigo,muntah, regurgitasi, &ikterus fisiologis.
1. ORAL TRUSH
• Konsep dasar penyakit
a. Definisi
Yaitu adanya bercak putih pada lidah, langit-langit dan pipi bagian dalam (Wong, 1995).
Bercak tersebut sulit untuk dihilangkan dan jika dipaksa untuk diambil, maka akan menyebabkan perdarahan. Oral trush ini sering juga disebut dengan oral candidiasis atau moniliasis. Oral trush sering terjadi pada masa bayi. Seiring dengan bertambahnya usia, maka angka kejadian makin jarang.
b. Penyebab
Penyebab oral trush pada umumnya adalah candida albicans. Candida albicans ini adalah sejenis jamur yang bisa ditularkan melalui vagina ibu yang terinfeksi selama persalinan (saat bayi baru lahir) atau transmisi melalui botol susu dan putting susu yang tidak bersih atau prosedur cuci tangan yang tidak benar. Oral trush ini sering menyerang bayi pada 6 bulan kandungan pertama.
c. Tanda dan gejala
Oral trush biasanya ditunjukkan dengan adanya bercak putih, krem atau kuning di membran mukosa mulut. Bercak-bercak ini kadang terlihat seperti pondok-pondok keju “cottage cheese”. Dan kadang bercak-bercak ini sulit dibedakan dengan sisa air susu, terutama pada bayi yang mendapat susu formula. Bedanya, sisa susu yang berupa lapisan endapan putih tebal dapat dibersihkan dengan kapas lidi yang dibasahi dengan air hangat, sedangkan oral trush tidak demikian. Bercak pada oral trush sulit dihilangkan dan bila diambil untuk diperiksa akan menyebabkan perdarahan. Bercak oral trush bisa ditemukan di pinggir mulut, pada bibir, lidah atau bagian dalam pipi.
• Asuhan anak dengan oral trush
a) Pengkajian
- Tampak bercak keputihan pada mulut, terutama pada lidah dan pipi bagian dalam yang sulit dibersihkan.
- Anak kadang-kadang menolak untuk minum.
- Pola kebersihan cenderung kurang. Orang tua jarang mencuci tangan saat merawat atau menetekkan bayinya. Selain itu, kebersihan botol atau putting ketika menyusui bayi juga kurang diperhatikan.
b) Masalah
o Infeksi pada mukosa oral
o Gangguan integritas kulit
o Perubahan kenyamaan : nyeri
o Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
o Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
c) Diagnosa
o Gangguan integritas kulit(mukosa oral) b.d infeksi pada mukosa oral
o Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake tidak adekuat.
d) Perencanaan
Dx : gangguan integritas kulit (mukosa oral) b.d infeksi pada mukosa oral
Kriteria hasil :
anak menunjukkan tanda-tanda penyembuhan mukosa oral
Anak tidak menunjukkan tanda-tanda komplikasi, seperti diare
Ibu menunjukkan cara perawatan putting susu dan botol susu yang tepat
Ibu mencuci tangan sebelum dan sesudah menyusukan bayi
o Bayi :
- Jaga kebersihan bayi
- Untuk perawatan mulut bayi, bersihkan terlebih dahulu dengan jari yang dibungkus dengan kain bersih/kassa yang telah dibasahi dengan larutan garam. Kemudian oleskan gentian violet 0,25% pada mulut dengan kapas lidi.
- Atau bisa juga diberikan oral mycostatin 4xsehari sebanyak 1cc selama 1 minggu atau sampai gejal hilang.
o Ibu :
- Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat bayi.
- Ibu yang terinfeksi candida harus diobati untuk mencegah infeksi berulang.
- Jaga kebersihan putting susu.
- Gunakan krem anti fungal pada putting untuk mencegah penyebaran infeksi antara ibu dengan anak.
- Bersihkan putting susu dengan air hangat setelah menetekkan bayi
- Botol : jaga kebersihan botol.
2. RUAM POPOK
• Konsep dasar penyakit
1. Definisi
Adalah inflamasi pada kulit yang disebabkan secara langsung atau tidak langsung oleh pemakaian popok (Wong, 1993). Ruam popok sering disebut juga dengan diaper rush atau diaper dermatitis.
2. Penyebab
Ada beberapa penyebab ruam popok, diantaranya :
o Iritasi yang lama dari urin dan feses→kulit bayi yang terpapar cukup lama dengan urin atau feses bisa menimbulkan iritasi pada kulit bayi.
o iritasi dari bahan kimia pencuci popok seperti sabun, detergen, pemutih, pelembut pakaian.
o Diare.
o Reaksi alergi terhadap bahan popok/ kulit yang sensitif.
o Pengenalan makanan tambahan
Lebih dari separoh bayi berusia 4-15 bulan terjadi ruam popok sedikitnya 1x dalam 2bulan.
3. Tanda dan gejala
Gejala ruam popok sangat bervariasi, mulai dari adanya makula eritematesus pada kulit yang tertutup popok, sampai adanya papula, vesikel, pustula, dan erosi superfisial.
Diaper rush ditunjukkan dengan adanya kulit di daerah sekitar bokong, paha, genitalia bayi yang meradang yang berwarna kemerahan dan agak panas. Bayi akan kelihatan tidak nyaman, susah tidur, gelisah ketika popoknya diganti. Dan mungkin bayi akan menangis ketika daerah diaper rush dibersihkan atau disentuh.
• Asuhan anak dengan ruam popok
1. Pengkajian
- Umur
Ruam popok umumnya terjadi pada anak yang berusia kurang dari 2 tahun. Setelah umur lebih dari 2 tahun, anak jarang mengalami hal ini.insiden terbanyak pada anak dengan usia 9-12 bulan.
- Pola kebersihan cenderung kurang terutam pada daerah perianal, bokong dan perut bagian bawah. Apabila selesai BAB/BAK, daerah pantat tidah dibersihakan dengan air sebelum diganti dengan popok yang bersih. Selain itu, popok basah terkena urin/feses yang tidak segera diganti, bahkan sampai kering kembali akan mempermudah terjadinya ruam popok.Bayi sering menggunakan popok plastik yang kedap air dan diposible, yang terbuat dari bahan sistesis, dalam waktu lama.
- Perlu dikaji bagaimana cara ibu mencuci pakaian dan popok. Apabila menggunakan popok disposible, harus diganti setiap beberapa jam. Pencucian yang tidak bersih dapat menyebabkan terjadinya ruam popok, akibat detergen yang tertinggal pada pakaian.
- Pada pemeriksaan daerah bokong, terjadi bintik-bintik kemerahan yang kadang berisi nanah.demikian juga pada daerah perut.
- Anamnesa faktor alergi.
2. Masalah Keperawatan
• Infeksi pada daerah bokong
• Gangguan integritas kulit
• Ganggua rasa nyaman: nteri
• Gangguan pola tidur
3. Diagnosa Keperawatan
o Gangguan integritas kulit b.d infeksi pada daerah bokong
o Gangguan pola tidur b. d nyeri
4. Intervensi
Dx : gangguan integritas kulit b. d infeksi pada daerah bokong
Kriteria hasil :
Anak menunjukkan tanda-tanda penyembuhan ruam pada bokong
Ibu dapat menjaga kulit bayi agar tetap kering
- Hindari penggunaan sabun yang berlebihan untuk membersihkan daerah pantat atau bokong.
- Sebaiknya bunakan kapas dengan air hangat atau kapas dengan minyak untuk membersihkan daerah perianal segera setelah BAB/BAK.
- Bila terdapat bintik kemerahan, berikan krem atau salep dan biarkan terbuka untuk beberapa saat.
- Jaga agar kulit tetap kering dengan cara :
o Apabila menggunakan popok kain, perhatikan agar sirkulasi udara tetap terjaga.
o Apabila menggunakan popok disposible, pilihlah yang menggunakan bahan super absorbent yaitu popok yang terbuat dari bahan yang mengandung gel penyerap.
o Hindari menggunakan popok/ celana yang tebuat dari plastik atau karet.
o Berikan posisi tidur yang selang-seling, terutama daerah pantat agar tidak tertekan dan dapat memberikan kesempatan pada bagian tersebut untuk kontak dengan udara.
o Jaga kebersihan tubuh dan lingkungan secara umum.
o Biarkan bayi tanpa popok selama beberapa saat.
o Penggunaan bedak talk dapat menjaga kulit bayi tetap kering.
o Pakaian, celana atau popok yang kotor sebelum dicuci, sebaiknya direndam dulu dengan air yang dicampur acidum boricum, kemudian dibilas, lalu dikeringkan. Hindari penggunaan detergen ataupun pengharum pakaian.
3. IMPETIGO
 Konsep dasar penyakit
a. Definisi
Impetigo adalah infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri, yang menyebabkan terbentuknya lepuhan-lepuhan kecil yang berisi nanah (pustula). Impetigo biasanya ditemukan di wajah, lengan dan tungkai, namun bisa juga di daerah mana saja pada kulit. Impetigo paling sering menyerang anak-anak sekolah, sehingga sering disebut juga “ school sores”.
b. Penyebab
Ada dua bakteri peyebab impetigo adalah, stafilokokus aureus dan sterptokokus. Penularannya dapat melalui 2 cara, yaitu : kontak langsung dengan penderita dan kontak tidak langsung melalui benda-benda yang terkontaminasi seperti pakaian, handuk, mainan, dll.
c. Tanda dan gejala
Impetigo diawali dengan tunbuhnya bulae (lepuh)berisi nanah berwarna kuning yang ukurannya mulai dari beberapa milimeter sampai beberapa centimeter. Impetigo ini mudah pecah dan menjadi luka terbuka yang ukurannya dapat menjadi lebih besar. Bulae ini akan pecah dalam 1 atau2 hari dengan meninggalkan warna merah, basah dan tertutup krustae(keropeng), serta dapat menyebar ke bagian kulit lain.
 Asuhan keperawatan pada anak dengan impetigo
1. Pengkajian
• Usia. Sering terjadi pad anak berusia di bawah 5 tahun.
• Terdapat bulae(lepuh) pada bagian tubuh tertentu. Dalam 1-2 hari lepuh akan pecah kemudian membentuk krustae (keropeng).
• Pola kebersihan relatif kurang. Orang tua yang mengabaikan masalah kebersihan merupakan faktor yang mempermudah terjadinya penularan, seperti, pakaian dan handuk dipakai bersama, serta tidak mencuci tangan sebelumdan sesudah memegang lepuh/krustae.
2. Masalah
a. Gangguan integritas kulit
b. infeksi
c. Resiko penularan
d. Gangguan rasa nyaman : nyeri
3. diagnosa;
o gangguan integritas kulit b.d infeksi
o resiko penularan b.d adanya agen infeksius pada kulit
4. Intervensi
Dx : gangguan integritas kulit b.d infeksi
Kriteria hasil :
o Anak menunjukkan tanda-tanda penyembuhan impetigo
o Anak mendapat nutrisi yang adekuat
a. Rawat bulae/krustae dengan prinsip aseptik. Untuk melepaskan krustae (keropeng), basahi dulu bagia tersebut dengan larutan aseptik (misal:savlon). Bila di rumah tangga bahan tersebut tidak tersedia, maka bisa menggunakan air matang dan sabun. Jika krustae sudah hilang, oleskan salep antibiotik 2-3 kali sehari.
b. Usahakan agar salep tetap berada pada luka dan anak tidak menggaruknya.
c. Bila tidak ada perbaikan, ajurkan agar anak dibawa kedokter lagi. Kemungkinan dokter akan mengkultur dan memberikan antibiotik jenis lain.
d. Berikan nutrisi yang cukup.
Dx : resiko penularan b.d adanay agen infeksius pada kulit
Kriteria hasil:
o Anggota keluarga dapat menjaga diri dari penderita impetigo
o Keluarga dapat melakukan perawatan segera pada anak yang menderita impetigo
a) Jaga kebersihan tubuh dan lingkungan. Pisahkan celana/pakaian yang kotor, pakaian anak yang menderita impetigo saat mencucinya.
b) Jauhkan kontak dari anak lain untuk sementara. Orang tua harus hati-hati, hindari kontak dengan anak sehat.
c) Jelaskan tentang impetigo kepada anggota keluarga lain, agar masing-masing dapat menjaga dirinya sendiri. Apabila ada anggota keluarga yag tertular, segera rawat dan obati.
4. MUNTAH
 Konsep dasar peyakit
1) Pengertian
Muntah adalah keluarnya kembali sebagian besar atau seluruh isi lambung yang terjadi secara paksa melalui mulut, diserati dengan kontraksi lambung dan abdomen (markum : 1995).
2) Penyebab
Muntah bisa disebabkan karena adanya faktor fisiologis seperti kelainan kongenital dan infeksi. Selain itu muntah juga disebabkan oleh gangguan psikologis seperti keadaan tertekan atau cemas, terutama pada anak yang lebih besar.
Ada beberapa gangguan yang dapat diidentifikasi akibat muntah yaitu:
• Muntah terjadi beberapa jam setelah keluarnya lendir yang kadang disertai dengan sedikit darah. Hal ini kemungkinan terjadi karena iritasi lambung akibat sejumlah bahan yang tertelan selama proses kelahiran.
• Muntah yang terjadi pada hari-hari pertama kelahiran, dalam jumah banyak, tidak secara proyektil, tidak berwarna hijau, dan cenderung menetap biasanya terjadi akibat dari obstruksi usus halus.
• Muntah yang terjadi secara proyektil (menyemprot) dan tidak berwarna kehijauan merupakan tanda adanya stenosis pilorus.
• Selain keadaan tersebut diatas, yang juga dapat menjadi salah satu tanda adalah peningkatan tekanan intra kranial, alergi susu, infeksi , atau gangguan lainnya.
• Muntah yang terjadi pada anak yang tampak sehat. Hal ini terjadi mungkin karena kesalahan pada teknik pemberian makan atau pada faktor psikososial seperti gangguan pada hubungan pada ibu dan anak.
 Asuhan keperawatan anak dengan muntah
a. Pengkajian
 Anamnesis tentang waktu terjadinya muntah, sifat muntahan ( misal : proyektil atau tidak, warna, dan bahan yang keluar.
 Pola makan anak, makanan yang dimakan serta adanya alergi susu atau makanan tertentu.
 Riwayat penyakit dan kemungkinan penyakit yang menyertainya, seperti obstruksi usus halus, stenosis pilorus, atau gangguan lainnya.
 Bayi dengan tanda-tanda dehidrasi bila muntahannya hebat.
 Hubungannya dengan orang tua. Pada kondisi tertentu, faktor psikologis bisa merupakan faktor pencetus muntah.
 Pemeriksaan penunjang.
 Apabila muntah terjadi terus-menerus, maka diperlukan pemeriksaan USG abdomen dan radiologis. Hal tersebut dimaksudkan untuk memastikan letak gangguan/ kelainan.
b. Masalah
1. gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
2. gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
3. nyeri
4. obstruksi jalan nafas
c. Diagnosa
o Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d peningkatan pengeluaran cairan melalui muntah
o Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan intake akibat anoreksia
o Kerusakan pertukaran gas b.d obstruksi jalan nafas
o Gangguan rasa nyaman nyeri b.d iritasi pada saluran pencernaan(faring dan esofagus)
d. Intervensi
Dx : gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d peningkatan pengeluaran cairan melalui muntah
Kriteria Hasil :
o Gejala muntah berhenti
Pada dasarnya, muntah yang tidak disertai gangguan fisiologis tidak memerlukan penanganan khusus. Meskipun demikian, muntah tersebut tidak bisa diabaikan begitu saja. Untuk itu, diperlukan tindakan sebagai berikut :
 Ukur tanda-tanda vital
 Ajarkan pola makan yang benar da hundari makanan yang merangsang serta menimbulkan alergi. Pemberian makan juga harus disesuaikan dengan usia dan kebutuhan anak, dengan memperhatikan menu gizi seimbang, yaitu makanan yang bervariasi dan mengandung serat, protein, vitamin, dan mineral. Protein dan susu sapi,telor, kacang-kacangan, dan ikan laut kadang-kadang menyebabkan alergi. Untuk orang tua harus hati-hati dan bila perlu diganti dengan bahan makanan yang lain.
 Ciptakan suasana tenang dan menyenangkan saat makan. Hindari anak makan sambil berbaring atau tergesa-gesa. Agar saluran cerna mempunyai kesempatan yang cukup untuk mencerna makanan yang masuk.
 Ciptakan hubungan yang harmonis antara orang tua dan anak. Orang tua yang mengabaikan kehadiran anak menciptakan situasi yang menegangkan. Situasi tersebut merupakan situasi yang tidak menyenangkan bagi anak dan dapat berdampak bagi fisik anak. Oleh karena itu, kasih sayang yang mencukupi dan bimbingan yang bijaksana dari orang tua merupakan hal yang sangat diperlukan.
 Lakukan kolaborasi. Apabila muntah disertai dengan gangguan fisiologis, seperti warna muntah yang kehijauan, muntah secara proyektil, atau gangguan lainnya, segeralah bawa anak ke dokter untuk mendapatkan penanganan secepatnya. Selain itu, pemeriksaan penunjang juga sangat diperlukan.
5. REGURGITASI
 Konsep dasar penyakit
1. Pengertian
Regurgitasi adalah keluarnya kembali sebagian susu yang ditelan melalui mulut dan tanpa paksaan, beberapa saat setelah minum susu ( Depkes RI, 1999).
Regurgitasi merupakan keadaan normal yang sering terjadi pada bayi dengan usia di bawah 6 bulan. Seiring dengan bertambahnya usia diatas 6 bulan, maka regurgitasi semakin jarang dialami oleh anak. Namun, regurgitasi dianggap abnormal apabila terjadi terlalu sering atau hampir setiap saat. Juga kalau terjadinya tidak hanya setelah makan dan minum tapi juga saat tidur. Selain itu juga pada gumoh yang bercampur darah. Gumoh yang seperti ini tentu saja harus mendapat perhatian agar tidak berlanjut menjadi kondisi patologis yang diistilahkan dengan refluks esofagus. Regurgitasi atau gumoh harus dibedakan dengan muntah. Bedanya dengan muntah, gumoh terjadi secara pasif. Artinya, tak ada usaha si bayi untuk mengeluarkan atau memuntahkan makanan atau minumannya (artinya: keluar sendiri). Si bayi ketika gumoh mungkin saja sedang santai dalam gendongan atau dalam keadaan berbaring atau bermain. Sedangkan muntah terjadi secara aktif. Muntah merupakan aksi reflek yang dikoordinasi medula oblongata, sehingga isi lambung dikeluarkan dengan paksa malalui mulut.
2. Penyebab
Ada beberapa penyebab terjadinya regurgitasi, yaitu posisi saat menyusui yang tidak tepat, minum terburu-buru, atau anak sudah kenyang tetapi tetap diberi minum karena orangtuanya khawatir kalau anaknya kekurangan makan. Bayi gumoh sesudah biasanya hanya untuk membersihkan sisa susu dari mulutnya. Gumoh menjadi abnormal bila jumlahnya banyak dan pertambahann berat badan tidak optimal.
 Asuhan keperawatan anak dengan regurgitasi
1. Pengkajian
• Usia, gumoh sering terjadi pada anak dengan usia di bawah 6 bulan.
• Cara dan bahan makanan yang keuar. Hal ini dimaksudkan untuk mengidentifikasiapakah anak mengalami gumoh atau muntah.
• Pola minum yang perlu diperhatikan adalah apakah susu diberikan dengan menggunakan botol, sendok, atau menetek pada ibunya, sudah benarkah cara minumnya, serta berapa jumlah dan cara pemberiannya.
• Suasana saat minum, anak yang tergesa-gesa minumnya mudah mengalami gumoh.
2. Masalah
Resiko refluks gastroesofagus
3. Intervensi
• Perbaiki teknik menyusui. Cara menyusui yang benar adalah mulut bayi menempel pada sebahagian areola dan dagu menempel pada payudara ibu.
• Apabila menggunakan botol, perbaiki cara minumnya. Posisi botol susu diatur sedemikian rupa sehingga susu menutupi seluruh permukaan botol dan dot harus masuk seluruhnya ke dalam mulut bayi.
• Sendawakan bai sesaat setelah minum. Bayi yang selesai minum jangan langsung ditidurkan, tetapi perlu disendawakan terlebih dahulu. Cara menyendawakan bayi :
1. Bayi digendong agak tinggi (posisi berdiri) dengan kepala tersandar pada pundak ibu. Kemudian punggung bayi ditepuk perlahan-lahan sampai terdengar suara bersendawa.
2. Menelungkupkan bayi di pangkuan ibu.lalu, usap/tepuk, punggung bayi sampai terengar suaraa bersendawa.
6. IKTERUS FISIOLOGIS
 Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Ikterus fisiologis adalah warna kekuningan pada kulit, yang timbul pada hari ke 2-3 setelah lahir dan tidak mempunyai dasar patologis dan akan menghilang dengan sendirinya pada hari ke10.
2. Penyebab
Penyebaba dari ikterus fisiologis pada bayi adalah karena belum matangnya fungsi hati pada bayi, sementara bayi memiliki jumlah sel darah merah yang lebih besar dari pada orang dewasa, (berdasarkan jumlah sel darah merah janin per Kg berat badan), an umur sel darah merah yang lebih pendek yaitu 40-90 hari dari pada orang dewasa.
Bilirubin adalah pigmen kuning yang berasal dari hemoglobin yang terlepas saat pemecahan sel darah merah. Hati mengatur jumlah bilirubin tidak terikat dalam peredaran darah atau dikenal dengan bilirubin indirect. Bilirubin indirect ini tidak larut dalam air da hampir seluruhnya terikat dengan albumin(protei plasma)di dalm sirkulasi. Bilirubin tidak terikat ini bisa meninggalkan sistem peredaran darah dan memasuki jaringan ekstravaskuler(seperti: kulit, sklera, mukosa mulut).
Di dalam hati, seharusnya bilirubin indirect inibersenyawa dengan protein y dan z pada sela hati dan dibantu oleh enzim gukorinil transferase untuk menghasilkan bilirubin direct(bilirubin yang larut dalam air. Namun karena fungsi hati bayi yang belum matang, maka kemampuan hati untuk melakukan konjugasi dan ekskresi bilirubin direct kecil. Sehingga sebahagian neonatus mengalami peningkatan bilirubin indirect. Peningkatan kadar bilirubin ini tak melebihi 10mg/dl pada bayi cukup bulan dan 12mg/dl pada bayi kurang bulan, yang terjadi pada hari ke 2-3 dan mencapai puncaknya pada hari ke 5-7, dan kemudian menurun kembali pada hari ke 10-14.
Ikterus fisiologis juga dapat disebabkan oleh pemberian minum yang belum mencukupi. Semakin banyak jumlah pemberian ASI, semakin rendah kadar bilirubin bayi, karena kolostrum adalah laksatif alami yang membantu dalam pengeluaran mekonium. Sebaliknya, jika bayi mendapat asupan ASI yang kurang, maka kadar bilirubin bayi akan semakin tinggi.
3. Tanda Dan Gejala
Tampak warna kekuningan pada kulit dan sklera bayi.
 Asuhan keperawatan Anak Dengan Ikterus Fisiologis
1. Pengkajian
a. Usia anak 2-3 hari. Kadang-kadang timbul pada hari ke 4-5. apabila kekuningan timbul pada usia sebelum 2 hari, maka dicurigai adanya ikterus patologis.
b. Tampak warna kekuningan pada tubuh bayi.
c. Minum belum mencukupi, terutama pada bayi prematur yang refleks hisapnya masih lemah. ASI juga belum keluar terutama pada hari-hari pertama.
d. Riwayat kesehatan. Anak tampak sehat dan tidak terlihat adanya tanda-tanda ikterus patologik dan kelainan lainnya.
e. Pemeriksaan kadar bilirubin. Kadar bilirubin indirect tdak lebih dari 10mg/dl pada bayi atrem, dan tidak lebih dari 12,5 mg/dl pada bayi prematur. Sementara kadar bilirubin direct tidak lebih dari 1mg/dl.
2. Masalah
 Resiko terjadinya ikterik patologis
3. Intervensi
o Bayi dengan ikterik fisiologis sebenarnya tidak memerlukan penanganan khusus karena menghilang dengan sendirinya pada hari ke10.
o Segera berikan ASI unutk merangsang pengeluaran mekonium
o Pemberian minum secara mencukupi sengat diperlukan pada bayi karena dapat membantu hati untuk mengekskresikan bilirubin, oleh karea itu, hindari puasa panjang pada bayi yang baru lahir.

http://desideswita.wordpress.com/2011/04/02/asuhan-keperawatan-pada-anak-dengan-gangguan-sistem-integumen/ 

ASKEP PENYAKIT INTEGUMEN / KULIT

Asuhan keperawatan (askep) pada klien gangguan integumen, seperti kusta, skabies, tinea (jamur) umumnya belum ada rencana asuhan keperawatan khusus dan belum banyak ditemukan pada buku ajar. Beberapa askep integumen yang sudah baku dan dapat kita temukan pada beberapa literatur antara lain adalah askep luka baker dan askep psoriasis. Sehingga askep kulit abnormal dapat digunakan sebagai acuan dalam menyusun rencana keperawatan pada klien yang mengalami gangguan integumen, tentunya disesuaikan dengan data yang ditemukan pada pengkajian.

Pengkajian

Riwayat kesehatan dan observasi langsungsg memberikan infomasi mengenai persepsi klien terhadap dermatosis, bagaimana kelainan kulit dimulai?, apa pemicu?, apa yang meredakan atau mengurangi gejala?, termasuk masalah fisik/emosional yang dialami klien?. Pengkajian fisik harus dilakukan secara lengkap.
Diagnosis Keperawatan
1. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi
barier kulit.
2. Nyeri dan rasa gatal berhubungan dengan lesi kulit.
3.Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus.
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
5. Kurang pengetahuan tentang program terapi berhubungan dengan inadekuat informasi.
Masalah Kolaboratif/Komplikasi
Masalah kolaboratif/komplikasi yang dapat terjadi pada klien dermatosis adalah infeksi.
Tujuan Intervensi/Implementasi
Tujuan askep dermatosis adalah terpeliharanya integritas kulit, meredakan gangguan rasa nyaman: nyeri, tercapainya tidur yang nyenyak, berkembangnya sikap penerimaan terhadap diri, diperolehnya pengetahuan tentang perawatan kulit dan tidak adanya komplikasi.
Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit.
1. Lindungi kulit yang sehat dari kemungkinan maserasi (hidrasi stratum korneum yg
berlebihan) ketika memasang balutan basah.
Rasional: Maserasi pada kulit yang sehat dapat menyebabkan pecahnya kulit dan
perluasan kelainan primer.
2. Hilangkan kelembaban dari kulit dengan penutupan dan menghindari friksi.
Rasional: Friksi dan maserasi memainkan peranan yang penting dalam proses
terjadinya sebagian penyakit kulit.
3. Jaga agar terhindar dari cidera termal akibat penggunaan kompres hangat dengan
suhu terllalu tinggi & akibat cedera panas yg tidak terasa (bantalan pemanas,
radiator).
Rasional: Penderita dermatosis dapat mengalami penurunan sensitivitas terhadap
panas.
4. Nasihati klien untuk menggunakan kosmetik dan preparat tabir surya.
Rasional: Banyak masalah kosmetik pada hakekatnya semua kelainan malignitas
kulit dapat dikaitkan dengan kerusakan kulit kronik.
Kriteria keberhasilan implementasi.
1. Mempertahakan integritas kulit.
2. Tidak ada maserasi.
3. Tidak ada tanda-tanda cidera termal.
4. Tidak ada infeksi.
5. Memberikan obat topikal yang diprogramkan.
6. Menggunakan obat yang diresepkan sesuai jadual.
Nyeri dan rasa gatal berhubungan dengan lesi kulit.
1. Temukan penyebab nyeri/gatal
Rasional: Membantu mengidentifikasi tindakan yang tepat untuk memberikan
kenyamanan.
2. Catat hasil observasi secara rinci.
Rasional: Deskripsi yang akurat tentang erupsi kulit diperlukan untuk diagnosis
dan pengobatan.
3. Antisipasi reaksi alergi (dapatkan riwayat obat).
Rasional: Ruam menyeluruh terutama dengan awaitan yang mendadak dapat
menunjukkan reaksi alergi obat.
4. Pertahankan kelembaban (+/- 60%), gunakan alat pelembab.
Rasional: Kelembaban yang rendah, kulit akan kehilangan air.
5. Pertahankan lingkungan dingin.
Rasional: Kesejukan mengurangi gatal.
6. Gunakan sabun ringan (dove)/sabun yang dibuat untuk kulit yang sensitif
Rasional: Upaya ini mencakup tidak adanya detergen, zat pewarna.
7. Lepaskan kelebihan pakaian/peralatan di tempat tidur
Rasional: Meningkatkan lingkungan yang sejuk.
8. Cuci linen tempat tidur dan pakaian dengan sabun.
Rasional: Sabun yang “keras” dapat menimbulkan iritasi.
9. Hentikan pemajanan berulang terhadap detergen, pembersih dan pelarut.
Rasional: Setiap subtansi yang menghilangkan air, lipid, protein dari epidermis
akan mengubah fungsi barier kulit
10. Kompres hangat/dingin.
Rasional: Pengisatan air yang bertahap dari kasa akan menyejukkan kulit dan
meredakan pruritus.
11. Mengatasi kekeringan (serosis).
Rasional: Kulit yang kering meimbulkan dermatitis: redish, gatal.lepuh, eksudat.
12. Mengoleskan lotion dan krim kulit segera setelah mandi.
Rasional: Hidrasi yang cukup pada stratum korneum mencegah gangguan lapisan
barier kulit.
13. Menjaga agar kuku selalu terpangkas (pendek).
Rasional: Mengurangi kerusakan kulit akibat garukan
14. Menggunakan terapi topikal.
Rasional: Membantu meredakan gejala.
15. Membantu klien menerima terapi yang lama.
Rasional: Koping biasanya meningkatkan kenyamanan.
16. Nasihati klien untuk menghindari pemakaian salep /lotion yang dibeli tanpa resep
Dokter.
R: Masalah klien dapat disebabkan oleh iritasi/sensitif karena pengobatan sendiri
Kriteria keberhasilan implementasi.
1. Mencapai peredaan gangguan rasa nyaman: nyeri/gatal.
2. Mengutarakan dengan kata-kata bahwa gatal telah reda.
3. Memperllihatkan tidak adanya gejala ekskoriasi kulit karena garukan.
4. Mematuhi terapi yang diprogramkan.
5. Pertahankan keadekuatan hidrasi dan lubrikasi kulit.
6. Menunjukkan kulit utuh dan penampilan kulit yang sehat .
Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus.
1. Nasihati klien untuk menjaga kamar tidur agar tetap memiliki ventilasi dan
kelembaban yang baik.
Rasional: Udara yang kering membuat kulit terasa gatal, lingkungan yang nyaman
meningkatkan relaksasi.
2. Menjaga agar kulit selalu lembab.
Rasional: Tindakan ini mencegah kehilangan air, kulit yang kering dan gatal
biasanya tidak dapat disembuhkan tetapi bisa dikendalikan.
3. Mandi hanya diperlukan, gunakan sabun lembut, oleskan krim setelah mandi.
Rasional: memelihara kelembaban kulit
4. Menjaga jadual tidur yg teratur.
5. Menghindari minuman yang mengandung kafein menjelang tidur.
Rasional: kafein memiliki efek puncak 2-4 jam setelah dikonsumsi.
6. Melaksanakan gerak badan secara teratur.
Rasional: memberikan efek menguntungkan bila dilaksanakan di sore hari.
7. Mengerjakan hal ritual menjelang tidur.
Rasional: Memudahkan peralihan dari keadaan terjaga ke keadaan tertidur.
Kriteria Keberhasilan Implementasi
1. Mencapai tidur yang nyenyak.
2. Melaporkan gatal mereda.
3. Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat.
4. Menghindari konsumsi kafein.
5. Mengenali tindakan untuk meningkatkan tidur.
6. Mengenali pola istirahat/tidur yang memuaskan.
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
1. Kaji adanya gangguan citra diri (menghindari kontak mata,ucapan merendahkan
diri sendiri.
Rasional: Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit/keadaan yang
tampak nyata bagi klien, kesan orang terhadap dirinya berpengaruh terhadap
konsep diri.
2. Identifikasi stadium psikososial terhadap perkembangan.
Rasional: Terdapat hubungan antara stadium perkembangan, citra diri dan reaksi
serta pemahaman klien terhadap kondisi kulitnya.
3. Berikan kesempatan pengungkapan perasaan.
Rasional: klien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami.
4. Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan klien, bantu klien yang cemas
mengembangkan kemampuan untuk menilai diri dan mengenali masalahnya.
Rasional: Memberikan kesempatan pada petugas untuk menetralkan kecemasan
yang tidak perlu terjadi dan memulihkan realitas situasi, ketakutan merusak
adaptasi klien .
5. Dukung upaya klien untuk memperbaiki citra diri , spt merias, merapikan.
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.
6. Mendorong sosialisasi dengan orang lain.
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.
Kriteria Keberhasilan Implementasi
1. Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri.
2. Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri.
3. Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi.
4. Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.
5. Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat.
6. Tampak tidak meprihatinkan kondisi.
7. Menggunakan teknik penyembunyian kekurangan dan menekankan teknik untuk
meningkatkan penampilan
Kurang pengetahuan tentang program terapi
1. Kaji apakah klien memahami dan salah mengerti tentang penyakitnya.
Rasional: memberikan data dasar untuk mengembangkan rencana penyuluhan
2. Jaga agar klien mendapatkan informasi yang benar, memperbaiki kesalahan
konsepsi/informasi.
Rasional: Klien harus memiliki perasaan bahwa sesuatu dapat mereka perbuat,
kebanyakan klien merasakan manfaat.
3. Peragakan penerapan terapi seperti, kompres basah, obat topikal.
Rasional: memungkinkan klien memperoleh cara yang tepat untuk melakukan
terapi.
4. Nasihati klien agar kulit teap lembab dan fleksibel dengan tindakan hidrasi dan
pengolesan krim serta losion kulit.
Rasional: stratum korneum memerlukan air agar tetap fleksibel. Pengolesan
krim/lotion akan melembabkan kulit dan mencegah kulit tidak kering, kasar, retak
dan bersisik.
5. Dorong klien untuk mendapatkan nutrisi yang sehat.
Rasional: penampakan kulit mencerminkan kesehatan umum seseorang,
perubahan pada kulit menandakan status nutrisi yang abnormal.
Kriteria Keberhasilan Implementasi
1. Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.
2. Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi.
3 Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program.
4. Menggunakan obat topikal dengan tepat.
5. Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.
Mencegah Infeksi
1. Miliki indeks kecurigaan yang tinggi terhadap suatu infeksi pada klien yang sistem
kekebalannya terganggu.
Rasional: setiap keadaan yg mengganggu imun akan memperbesar risiko infeksi
kulit.
2. Berikan petunjuk yang jelas dan rinci kepada klien mengenai program terapi.
Rasional: Pendidikan klien yang efektif bergantung pada keterampilan
interpesonal profesional kesehatan dan pada pemberian instruksi yang jelas.
3. Laksanakan kompres basah sesuai program untuk mengurangi intensitas inflamasi.
Rasional: vasokonstriksi pembuluh darah kulit dapat mengurangi eritema dan
membantu debridemen vesikel dan krusta serta mengendalikan inflamasi.
4. Sediakan terapi rendaman sesuai program.
Rasional: melepas eksudat dan krusta.
5. Berikan antibiotik sesuai order.
Rasional: membunuh dan mencegah pertumbuhan mikroorganisme.
6. Gunakan obat topikal yang mengandung kortikosteroid sesuai order.
Rasional: memiliki kerja antiinflamasi, sehingga mampu menimbulkan
vasokonstriksi pd pembuluh darah kecil dalam dermis lapisan atas.
7. Nasihati klien untuk menghentikan pemakaian setiap obat kulit yang
memperburuk masalah.
Rasional: dermatitis kontan atau reaksi alergi dapat terjadi akibat setiap unsur yang ada dalam obat tersebut.
Kriteria Keberhasilan Implementasi
1. Tetap bebas dari infeksi.
2. Mengungkapkan tindakan perawatan kulit yang meningkatkan kebersihan dan
mencegah kerusakan kulit.
3. Mengidentifkasi tanda dan gejala infeksi.
4. Mengidentifikasi efek kerugian obat
5. Berpartisipasi dalam tindakan perawatan kulti: ganti balutan, mandi

SISTEM INTEGUMEN

http://www.anneahira.com/anatomi-fisiologi-sistem-integumen.htm

SISTEM INTEGUMEN

Label Anatomi Diagram Kulit

Read the definitions, then label the skin anatomy diagram below. 
Baca definisi, maka label diagram anatomi kulit di bawah ini.
blood vessels - Tubes that carry blood as it circulates. pembuluh darah - Pembuluh yang membawa darah seperti yang beredar. Arteries bring oxygenated blood from the heart and lungs; veins return oxygen-depleted blood back to the heart and lungs. Arteri membawa darah beroksigen dari jantung dan paru-paru; vena oksigen kembali-habis darah kembali ke jantung dan paru-paru.
dermis - (also called the cutis) the layer of the skin just beneath the epidermis. dermis - (juga disebut Cutis) lapisan kulit tepat di bawah epidermis.
epidermis - the outer layer of the skin. epidermis - lapisan luar kulit.
hair follicle - a tube-shaped sheath that surrounds the part of the hair that is under the skin. folikel rambut - a-sarung berbentuk tabung yang mengelilingi bagian dari rambut yang berada di bawah kulit. It is located in the epidermis and the dermis. Hal ini terletak di epidermis dan dermis. The hair is nourished by the follicle at its base (this is also where the hair grows). Rambut dipelihara oleh folikel pada dasarnya (ini juga di mana rambut tumbuh).
hair shaft - The part of the hair that is above the skin. rambut poros - Bagian dari rambut yang berada di atas kulit.
hair erector muscle - a muscle is connected to each hair follicle and the skin - it contracts (in response to cold, fear, etc.), resulting in an erect hair and a "goosebump." rambut spinae otot - otot yang terhubung ke setiap folikel rambut dan kulit - itu kontrak (dalam menanggapi dingin, takut, dll), yang mengakibatkan rambut tegak dan "goosebump."
melanocyte - a cell in the epidermis that produces melanin (a dark-colored pigment that protects the skin from sunlight). melanosit - sebuah sel di epidermis yang memproduksi melanin (pigmen yang berwarna gelap yang melindungi kulit dari sinar matahari).
Pacinian corpuscle - nerve receptors that respond to pressure and vibration; they are oval capsules of sensory nerve fibers located in the subcutaneous fatty tissue Pacinian sel - saraf reseptor yang merespon tekanan dan getaran, mereka adalah kapsul oval dari serat saraf sensorik terletak dalam jaringan lemak subkutan
sebaceous gland - a small, sack-shaped gland that releases oily (fatty) liquids onto the hair follicle (the oil lubricated and softens the skin). sebaceous kelenjar - sebuah karung, berbentuk kelenjar kecil yang melepaskan berminyak (lemak) cairan ke folikel rambut (minyak dilumasi dan melembutkan kulit). These glands are located in the dermis, usually next to hair follicles. Kelenjar ini terletak di dermis, biasanya di samping folikel rambut.
sweat gland - (also called sudoriferous gland) a tube-shaped gland that produces perspiration (sweat). kelenjar keringat - (juga disebut kelenjar sudoriferous) yang berbentuk tabung kelenjar yang menghasilkan keringat (keringat). The gland is located in the epidermis; it releases sweat onto the skin. Kelenjar ini terletak di epidermis; ia melepaskan keringat pada kulit.
subcutaneous tissue - fatty tissue located under the dermis. subkutan jaringan - jaringan lemak terletak di bawah dermis.
Diagram kulit label

SISTEM INTEGUMEN

http://www.docstoc.com/docs/58180799/ANATOMI-DAN-FISIOLOGI-SISTEM-INTEGUMEN-(KULIT)

TONSILITIS

http://ilmu-ilmukeperawatan.blogspot.com/2011/01/tonsilitis.html

TONSILITIS

TONSILITIS

A. Pengertian
Tonsilitis kronik adalah tonsil yang dapat mengalami peradangan menahun. (M.A. Handerson, Ilmu Bedah untuk Perawat, 1989)
Tonsilitis merupakan inflamasi/ pembengkakan akut pada tonsil/ amandel.
Tonsilitis akut merupakan infeksi tonsil akut yang menimbulkan demam, lemah, nyeri tenggorok, nyeri dan gangguan menelan, dengan gejala dan tanda setempat radang akut.
Tonsilitis kronik merupakan infeksi yang sering ditemukan di antaranya infeksi daerah faring.

B. Gambaran klinis
Gambaran klinis dari tonsilitis yaitu tonsil membesar dengan adanya hipertropi dan jaringan parut. Sebagian kripta tampak stenosis, tapi eksudat yang sering kali purulen.
Gambaran klinis lain yang sering addalah dari tonsil yang kecil biasanya membuat lekukan. Biakan tonsilia dengan penyakit kronis biasanya menunjukkan beberapa organisme yang virulensinya relatif rendah.
Gejala tonsilitis kronik sebagai berikut:
a. keluhan sakit menelan, liur banyak
b. panas, sakit kepala, rasa sakit di telinga
c. tonsil warna merah dan membengkak
d. tonsil tampak bercak kecil dan sumbatan pada kripta (angila lakrimalis) pada tonsilitis folio kuralis bercaknya besar
e. bercak tampak bergabung menjadi satu meluas sampai ke arkus varing
f. oedem pada arkus varing dan mungkin sampai palatum mole
g. sakit tekan pada limforadi
h. bercak dapat meluas ke seluruh jaringan limfe di lingkaran welldeyer.

C. Patofisiologi
Pada tonsilitis kronik terdapat dua bentuk yaitu hipertrofil dan aretonsil karena proses berulang, maka selain epitel mukosa terkikis, jaringan limfoik diganti oleh jaringan parut. Jaringan parut ini sesuai dengan sifatnya akan mengalami pengerutan. Kelompok jaringan limfoid mengerut, sehingga ruang antara kelompok melebar. Ha ini secara klinik tampak sebagai pelebaran kriptus. Kriptus ini diisi oleh defritus. Proses berjalan terus, sehingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlekatan dengan jaringan di sekitar fosa tonsilitis. Pada anak-anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfe sub mandibula.
 
D. Pathways
Tonsilitis berulang
Epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis
Proses penyembuhan limfoid
Cicatrik
Tonsilitis kronik
Hipertropi & cicatrik mengkerut dan hiperemesis
Pelebaran kripta timbul lekukan
Mengganggu tonsil membesar & tonsil tetap kecil
Nervus pengangkatan jaringan
Glasovaringeus tonsilektomi
Adenopati reginal
Gangguan
Telinga nyeri menelan nyeri luka insisi kesulitan
Tengah bicara

Potensial komplikasi
Resiko resiko
Infeksi perdarahan
Input cairan kurang input nutrisi
Resti perubahan
Volume cairan resti perubahan nutrisi kerusakan
Kurang dari kurang dari kebutuhan komunikasi
Kebutuhan verbal

Daftar Masalah:
1. Resiko terhadap kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan peburunan nmasukan cairan sekunder terhadap nyeri saat menelan.
2. Resiko terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan penurunan masukan sekunder terhadap nyeri saat menelan.
3. Gangguan rasa nyaman; nyeri berhubungan dengan pembedahan
4. Resiko terhadap komplikasi, infeksi berhubungan dengan faktor pembedahan.

Daftar Pustaka:
E. N. Stafford/ R Youngs, 1993. Atlas bantu THT. Jakarta: Penerbit Hipikrates.
Charlene Reeves J, dkk, 2995. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.
Sjamsuhidajat R, Wim de Jong,.1998. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Tambahan:
Tonsilitis kronik: keluhan dan gejalanya hampir sama dengan tonsilitis akut, dan ini berulang kali. Pada pemeriksaan didapatkan tonsil membesar dengan banyak kripta disertai tumpukan nanah seperti keju di dalam kripta.